Iklan Dua

Anggota DPRD Kaltim, Sigit Wibowo Ajak Warga Sepinggan Raya Bangun Pemerintahan Berbasis Budaya dan Partisipasi Aktif

$rows[judul]
Porosnusantaranews,BALIKPAPAN – Semangat warga Kelurahan Sepinggan Raya, Balikpapan Selatan kembali menyala saat mereka berkumpul di Lapangan Pickleball Kartini Residence, pada Senin (6/10/2025) malam. 

Agenda bertajuk Penguatan Demokrasi Daerah (PDD) ke-9 ini bukan sekadar diskusi teknis pemerintahan. Lebih dari itu, acara ini mengajak warga menengok akar budaya bangsa sebagai fondasi dalam membangun tata kelola pemerintahan yang lebih baik.

Kegiatan ini digagas oleh anggota DPRD Kaltim dari Fraksi PAN, Sigit Wibowo, yang juga menjabat di Komisi II. Ia menggarisbawahi pentingnya membedakan antara ‘pemerintahan’ sebagai struktur dan ‘kepemerintahan’ sebagai proses yang hidup dan terus berkembang.

“Pemerintahan bicara soal sistem dan kelembagaan. Tapi kepemerintahan menyentuh bagaimana proses itu berjalan dengan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif masyarakat,” ujar Sigit di hadapan warga RT 34 dan para tokoh masyarakat yang hadir.

Dalam kesempatan itu, Sigit tak hanya berbicara sebagai legislator, tetapi juga sebagai seorang warga bangsa yang ingin mengingatkan kembali pentingnya sejarah. Ia menyinggung masa kerajaan Nusantara, kolonialisme, hingga era reformasi sebagai bagian dari perjalanan sistem pemerintahan Indonesia.

“Sebelum dijajah, kita sudah punya sistem sendiri. Kerajaan-kerajaan kita berdiri di atas fondasi budaya dan perdagangan. Itu warisan berharga yang seharusnya menjadi pijakan dalam membangun pemerintahan masa kini,” lanjutnya.

Budaya Lokal sebagai Pilar Tata Kelola

Diskusi yang berlangsung hangat malam itu menghadirkan beberapa narasumber, antara lain Kabid Poldagri dan Ormas Kesbangpol Balikpapan, Ruddy Iskandar, serta Joko Prasetyo dari DPD Forum Relawan Demokrasi. Diskusi dimoderatori oleh Imam Sutejo Kurniawan, dengan dukungan dari Ketua RT 34 Sepinggan Raya, Herlan Aminoto.

Ruddy Iskandar menekankan bahwa budaya lokal memiliki posisi strategis dalam membentuk praktik pemerintahan yang inklusif dan berkelanjutan. Nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah, hingga kesederhanaan menjadi roh dari tata kelola yang berpihak pada rakyat.

“Birokrasi yang efisien penting, tapi lebih penting lagi nilai-nilai budaya itu hadir dalam proses pengambilan keputusan, dalam pelayanan publik kita sehari-hari,” ujar Ruddy.

Ia mencontohkan bagaimana sistem rembuk warga kini telah terintegrasi dalam platform digital perencanaan pembangunan. Usulan dari warga, jika disampaikan melalui sistem, bisa langsung terkoneksi hingga ke tingkat pusat.

Praktik Kolaboratif yang Sudah Terwujud

Lebih jauh, Ruddy menampilkan contoh nyata dari kolaborasi warga dan pemerintah di TPA Manggar Balikpapan. Di sana, gas methan dari sampah organik dimanfaatkan sebagai energi untuk rumah tangga sekitar.

“Cukup Rp10.000 per bulan, tanpa meteran. Biaya itu hanya untuk perawatan pipa. Inilah bentuk nyata dari collaborative governance yang berjalan baik,” katanya.

Sementara itu, Joko Prasetyo menyoroti pentingnya partisipasi warga dalam mewujudkan pemerintahan yang tanggap. Ia mengangkat contoh layanan Lapor Wali Kota di Samarinda, di mana warga bisa langsung melaporkan masalah infrastruktur lewat platform digital.

“Ada jalan rusak, tinggal difoto, kirim lewat web. Dua-tiga hari sudah ada respon. Ini bukan mimpi, tapi sudah berjalan,” jelasnya.

Menghidupkan Kembali Nilai-Nilai Kebangsaan

Tak hanya bicara serius, kegiatan ini juga memberi ruang untuk refleksi kebangsaan melalui kuis dan tanya jawab seputar nilai-nilai Pancasila. Warga yang mampu menghafalkan sila-sila dasar negara mendapat hadiah kecil sebagai bentuk apresiasi.

Sigit Wibowo menilai, saat ini semakin sedikit ruang bagi generasi muda untuk mengenal dan menanamkan kembali nilai-nilai seperti yang dulu diajarkan lewat PMP, P4, atau PPKN.

“Nilai itu jangan sampai hilang. Pemerintahan yang baik tak bisa lahir dari ruang kosong. Ia harus tumbuh dari akar budaya dan semangat kebangsaan yang kuat,” tegasnya.



Dengan melibatkan warga secara aktif dalam diskusi dan praktik pemerintahan, Sigit berharap semangat budaya bangsa tidak hanya dikenang, tetapi benar-benar menjadi bagian dari cara kita membangun pemerintahan yang inklusif, transparan, dan berpihak pada rakyat. (mto)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)